JAKARTA – Pakar Hukum Pidana Dr Suparji Ahmad SH MH menilai gagasan yang dilontarkan Jaksa Agung ST Burhanudin tentang “Keadilan Berhati Nurani” merupakan gagasan visioner dan diharapkan bisa mereformasi penegakan hukum.
Dia menilai gagasan tersebut visioner, termasuk jauh dari upaya pembalasan, dan harus bisa dijadikan landasan para jaksa dalam menangani persoalan hukum di Tanah Air.
“Gagasan itu sangat bagus, visioner dan patut didukung serta diimplementasikan oleh penegak hukum, terutama para Jaksa. Apa yang disampaikan Pak ST Burhanuddin dapat mengubah paradigma penegakan hukum dari keadilan retributif, yakni pembalasan menuju keadilan restoratif,” kata Suparji dalam keterangan pers, Minggu (19/9/2021).
Menurut dia, untuk mewujudkan keadilan diperlukan hati nurani dalam penegakan hukum. Sebab keadilan baru dapat diwujudkan, hanya melalui hati nurani yang bersih. Sebaliknya, bila hati nurani dikesampingkan, yang terjadi adalah penegakan hukum tidak berkeadilan.
“Peristiwa Nenek Minah bisa terjadi di hari-hari mendatang bila penegak hukum tak kembali pada hati nurani. Maka, hati nurani merupakan salah satu sumber hukum yang perlu diperhatikan,” ujar Suparji memberi contoh kasus relatif ringan seperti menimpa Nenek Minah (55) di Banyumas, Jawa Tengah.

Gegara memetik 3 buah kakao di perkebunan swasta PT Rumpun Sari Antan (RSA), Nenek Minah dihukum 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan. Ironinya, lahan garapan Minah yang biasa ditanami kedelai itu dikelola PT RSA untuk menanam kakao.
“Artinya, kasus-kasus yang relatif ringan tak perlu diselesaikan di meja hijau. Selama masih dimungkinkan untuk restorative justice, maka langkah tersebut sebaiknya diambil,” kata pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Suparji juga mempertegas bahwa jajaran kejaksaan selaku Dominus Litis (pengendali perkara pidana) dengan berlandaskan “keadilan berhati nurani” bisa menciptakan kemanfaatan hukum di tengah masyarakat. Pasalnya, realitas saat ini banyak masyarakat yang masih belum bisa mendapat akses hukum.
“Saat tak semua kasus kecil diselesaikan dengan hukum, maka masyarakat kecil yang paling banyak menerima kemanfaatan hukum,” kata Suparji.
Untuk jangka panjang, dia menilai gagasan Jaksa Agung dapat mengatasi penjara yang over kapasitas sehingga penjara hanya untuk tindak pidana yang perlu diselesaikan di luar restorative justice.
“Sudah saatnya penegakan hukum kita bertransformasi sebagaimana buah pikiran Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dengan demikian, keadilan masyarakat yang selama ini dicita-citakan dapat terwujud,” pungkas Suparji.