Abdul Rachman Thaha: Putusan Judex Factie Kasus Pinangki Sudah Tepat, Jangan Bikin Polemik

oleh -228 views
abdul-rachman-thaha 2
Abdul Rachman Thaha

JAKARTA – Anggota Komite 1 DPD RI Abdul Rachman Thaha (ART) menilai putusan pengadilan tingkat pertama dan banding (judex factie) perkara dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari sudah tepat dan tidak perlu dijadikan polemik.

“Silahkan saja berpendapat dan itu sah-sah saja, tapi jangan justru menimbulkan multitafsir dan berujung membuat kegaduhan dalam penegakan hukum,” tegas senator lulusan doktor hukum ini, Selasa (6/7/2021).

Menurut ART, putusan banding merupakan kewenangan hakim pengadilan tinggi. Secara teknis, yang telah diputus hakim Pengadilan Tinggi sudah sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

“Apa yang menjadi pertimbangan Penuntut Umum dalam surat tuntutan telah diambilalih sepenuhnya oleh hakim tingkat banding. Artinya, hakim banding sependapat dengan argumentasi penuntut umum sehingga putusan judex factie (putusan pengadilan tingkat pertama dan banding) sudah tepat,” jelasnya.

Dia mengatakan, KUHAP tidak mengatur adanya keharusan bagi penuntut umum mengajukan kasasi terkait straftmacht (penjatuhan hukum).

Pada prinsipnya, tutur ART, pengajuan kasasi dimaksudkan untuk mengoreksi putusan judex factie apabila ada kekeliruan dalam penerapan hukum guna menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam menerapkan hukum.

Dalam pengajuan kasasi tidak boleh keluar dari koridor Pasal 244 KUHAP yang berbunyi “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.”

Selain itu, paparnya, alasan pengajuan kasasi secara limitatif sudah diatur secara jelas dalam pasal 253 KUHAP, yang berbunyi: “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 244 dan pasal 248 guna menentukan:

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Berdasarkan hal tersebut, menurut ART, tidak ada alasan yang sangat fundamental dan prinsipal bagi penuntut umum untuk berkewajiban mengajukan kasasi atas putusan banding perkara Pinangki.

Selain itu, penerapan hukum judect factie sudah tepat. Apabila penuntut umum mengajukan kasasi dapat menjadi preseden buruk. “Hal itu justru akan menunjukkan tidak adanya independensi penuntut umum dan terkesan penuntut umum tidak konsisten dengan apa yang telah dituntut dalam surat tuntutan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran RI (BPI KPNPA RI) Tubagus Rahmad Sukendar SH.S.Sos.

TB Rahmad
Tubagus Rahmad Sukendar.

Dia mengatakan semua pihak tidak perlu berpolemik mengenai mengapa jaksa tidak mengajukan kasasi perkara Pinangki Sirna Malasari karena itu merupakan kewenangan dari Hakim Pengadilan Tinggi.

“Polemik soal ini hanya membuat masyarakat bingung dan menimbulkan kegaduhan dalam penegakan hukum,” kata Ketua Peradin Kota Tangerang Selatan ini saat dihubungi terpisah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.